BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Menurut pandangan konstruktivisme, mengajar
merupakan kegiatan yang mengondisikan sehingga memungkinkan berlangsungnya
peristiwa belajar. Mengajar berarti bagaimana guru membelajarkan murid. Dalam
pengertian ini guru belum dikatakan mengajar kalau belum membelajarkan siswa
atau membuat murid belajar.
Peristiwa
belajar mengajar ini mirip dengan kegiatan jual-beli, ketika komponen-komponen
didalamnya tidak lengkap maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan
dengan baik, misalnya ada guru, ada media pembelajaran, tapi tidak ada murid
maka sampai kapanpun tidak akan berjalan suatu proses belajar mengajar tersebut
begitu juga proses jual-beli. Sebagaimana yang dikatakan oleh William H.
Burton, mengajar merupakan upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan
dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar mengajar berarti
mengorganisasi aktifitas siswa dan memberi fasilitas belajar, sehingga mereka
bisa belajar dengan baik.
Untuk menjadi
guru yang profesional, memang tidak cukup hanya mengandalkan penguasaan atas
materi atau ilmu yang akan diajarkan. Sebab dalam proses belajar mengajar
penguasaan materi hanya merupakan perangsang tindakan guru dalam memberikan
dorongan belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar. karena itu
seorang guru harus membekali diri dengan sejumlah pengetahuan dan keterampilan
lain yang sangat diperlukan, ketika guru memilik skill mengajar yang baik dan
bisa menjadi guru yang profesional maka suasana belajar mengajar akan terasa sangat
menyengkan. Disamping itu guru juga harus memiliki kepribadian yang baik
sehingga menjadi cerminan bagi peserta didiknya, Berhasil atau tidaknya seorang
guru bisa dinilai dari perkembangan dan prilaku siswa yang diajarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah karakteristik
kepribadian guru?
2. Bagaimanakah guru yang profesional itu?
3. Apakah hubungan guru dengan proses belajar
mengajar?
4. Apakah skill pengajaran itu?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik kepribadian guru.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah guru yang
profesional itu
3. Untuk mengetahui hubungan guru dengan proses
belajar mengajar.
4. Untuk mengetahui skill pengajaran.
1.4 Deskripsi Kasus
Dalam dunia pendidikan saat ini banyak
banyak didapati tenaga pengajar yang kurang professional. Namun, pemerintah
telah meminimalisir dengan adanya program-program peningkatan mutu seorang
guru. Akan tetapi dalam kenyataannya masih ada saja oknum guru yang kurang
professional. Meskipun guru tersebut memiliki kecakapan dalam bidang kognitif
namun tidak memiliki kecakapan dalam penyampaian materi atau pesan terhadap
siswanya.
Dalam suatu kasus, seorang guru yang
otoriter menggunakan metode pengajaran yang tidak disukai dan tidak sesuai
dengan karakter-karakter siswanya. Guru tersebut memaksakan kehendaknya dan
menyuruh agar siswanya patuh terhadap peraturan yang telah dibuat. Meskipun
siswa yang diajarnya merasa tidak nyaman sehingga terganggu dalam proses
penerimaan ilmu yang diberikan.
Keadaan tersebut menjadikan suasana dalam
kelas menjadi tidak kondusif lagi untuk kegiatan belajar mengajar. Karena siswa
cenderung enggan mendengarkan penjelasan guru yang tidak disukainya. Apalagi
dengan metode pengajaran yang tidak sesuai. Misalnya guru menggunakan metode
ceramah secara terus menerus tanpa memperhatikan siswanya yang sedang lelah dan
bosan mendengarkan ceramah tersebut. Dalam makalah ini akan mencoba mengulas
tentang kasus tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
A. Karakteristik Kepribadian
Guru
Guru memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Karena guru memegang
kunci dalam pendidikan dan pengajaran disekolah. Guru adalah pihak yang paling
dekat dengan siswa dalam pelaksanaan pendidikan sehari-hari, dan guru merupakan
pihak yang paling besar peranannya dalam menentukan keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan pendidikan.
Kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Setiap individu mempunyai
kepribadian yang berbeda dengan individu yang lainnya, sehingga dari sifat
hakiki inilah kita bisa menilai kepribadian seseorang. Menurut McLeod (1989)
Kepribadian (personalitity) adalah sifat khas yang dimiliki seseorang.[1]
Dalam hal ini, kata khas yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah
karakter dan identitas.
Menurut
Reber (1988) dari tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah
susunan atau kesatuan aspek prilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya)
dengan aspek prilaku behavioral (perbuatan nyata).[2]
Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu,
sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap. Dari prilaku
psiko-fisik (rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul
julukan-julukan yang bermaksud menggambarkan kepribadian seseorang seperti:
Aminah anak yang rajin, Handoko anak yang malas dan sebagainya.
Karakteristik kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, dan mampu menjadi
teladan bagi peserta didik denagn akhlak mulianya.
Sebagai
seorang guru kepribadian merupakan hal yang sangat penting karena merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai
pengembang sumber daya manusia, guru juga berperan sebagai peembimbing,
pembantu dan anutan.
Mengenai
pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, Profesor Doktor Zakiah
Daradjat (1982) menegaskan : Kepribadian itulah yang menentukan apakah ia
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik, terutama bagi anak didik
yang masih kecil (yang masih berada di tingkat sekolah dasar) atau bagi mereka
yang berada di tingkat menengah.[3]
Ketika seorang guru mempunyai kepribadian yang baik maka dalam proses pembinaan
peserta didik pasti akan berjalan dengan baik pula begitu juga sebaliknya.
Misalnya ketika peserta didik masih duduk ditingkat sekolah dasar mereka masih
sangat polos dan lugu sehingga terkadang apa yang mereka lihat, dengar dan yang
diperintahkan kepada mereka langsung mereka kerjakan tanpa memilah-milah apakah
itu perbuatan baik atau tidak.
Setiap
guru yang profesional ataupun bagi setiap calon guru harus memahami
karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai panutan
para siswanya. Secara konstitusional, guru/pendidik pada setiap jenjang
pendidikan formal wajib memiliki satuan kualifikasi (keahlian yang diperlukan).
Secara rinci karakteristik kepribadian yang
harus dimiliki oleh guru yaitu:
a) Guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator
berupa: bertindak sesuai dengan norma hukum bertindak sesuai dengan norma
sosial, bangga sebagai guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan
norma.
b) Guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang dewasa dimana guru harus
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos
kerja sebagai guru.
c) Guru harus memiliki kompetensi arif, dimana sikap guru menampilkan tindakan
yang didasarkan pada kemanfaatan untuk peserta didik, sekolah dan masyarakat
serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d) Guru harus memiliki kepribadian yang berwibawa, dimana guru harus
berperilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
e) Guru harus memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki tindakan
yang sesuai dengan norma religius dan perilaku yang bisa diteladani oleh
peserta didiknya.
f) Guru harus adil kepada anak didik.
Hendaknya guru bersikap adil di antara para peserta didiknya: tidak cenderung
kepada salah satu golongan di antara mereka, dan tidak melebihkan seseorang
atas yang lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan
yang benar dan dengan memperhatikan setiap pelajar, sesuai dengan perbuatan
serta kemampuannya. Dalam mendidik anak didik guru haruslah bersifat adil.
g) Sifat guru harus sesuai dengan perkataan dan perbuatan.
Guru adalah suatu sosok yang harus bisa ditiru oleh anak didik. Sebelum guru
mengajarkan suatu kebaikan guru harus terlebih dahulu memulainya dari diri
sendiri. Seorang guru tidak hanya dituntut untuk mengajarkan kebaikan tetapi
juga harus bisa mengaplikasikan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan
sehari-hari.
h) Guru harus bisa menjadi contoh
Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh
masyarakat harus sesuai dengan Agama, norma-norma yang dianut oleh masyarakat,
bangsa dan negara.
i) Guru harus demokratis dan bersifat terbuka kepada anak didik
Dalam menciptakan kondisi belajar yang efektif
dan sesuai bagi anak didik guru harus menerima saran dan kririk dari anak
didik.
j) Memberi nasihat dan bimbingan kepada anak didik
Guru haruslah senantiasa memberikan nasehat dan
bimbingan kepada anak didik karena hal ini sangat dibutuhkan oleh para anak
didik terutama ketika menghadapi suatu persoalan ataupun permasalahan.
k) Menolong murid-murid yang sedang menghadapi masalah
Dalam artian ketika murid tersebut mengalami
sebuah kesulitan, maka guru harus menanyai apa masalah yang dihadapi muridnya.
Ketika dirasa guru bisa membantu masalah tersebut maka guru harus membantu
menyelesaikannya.
l) Guru harus menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindari diri dari tindak kekerasan. Meskipun peserta didik
kurang begitu bisa dikontrol ataupun tergolong murid yang nakal, maka jangan
sekali-kali guru melakukan tindakan kekerasan terhadap mereka.
m) Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi anak didik kecuali dengan alasan
tertentu. Ketika guru sudah dipercaya oleh murid dalam hal menjaga rahasia
pribadinya maka seorang guru harus menjaga kepercayaan tersebut, sehingga murid
tidak merasa sakit hati dan menaruh rasa kepercayaan yang kuat pada pribadi
seorang guru, hal ini berpengaruh baik terhadap proses belajar-mengajar, ketika
seorang murid mempercayai seorang guru, maka seorang murid tadi tidak pernah
meremehkan penjelasan maupun perkataan guru.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam
menggeluti profesinya adalah meliputi:[4]
1). Fleksibilitas kognitif.
2). Keterbukaan Psikologi.
1). Fleksibilitas Kognitif
Guru.
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir
yang dikuti dengan tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Guru yang
fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi.
Selain itu guru juga harus memiliki resistensi (daya tahan) terhadap
ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan
pengenalan.
Menurut
Heger dan Kaye, 1990 berpikir kritis (critical thinking) ialah berpikir
dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan
untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari
sesuatu.
Ciri prilaku kognitif guru yang luwees:
1. Menunjukkan keterbukaan dalam perencanaan
kegiatan belajar-mengajar
2. Menjadikan materi pelajaran berguna bagi
kehidupan nyata.
3. Mampu merencanakan sesuatu dalam keadaan
mendesak.
2). Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru.
Keterbukaan
ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan
melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Hal ini juga
menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru. Menurut
(Reber, 1988)[5].
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang
relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern
antara lain: siswa, teman, dan lingkungan pendidikan tempatnya kerja. Ia mau
menerima kritik dengan ikhlas, disamping itu ia juga memiliki respons terhadap
pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain.
Ada
beberapa signifikansi yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru:
1. Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau
prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan
orang lain.
2. Keterbukaan psikologis diperlukan untuk
menciptakan suasana hubungan yang harmonis antara pribadi pendidik dan peserta
didik.
Pengalaman seorang guru ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan
pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan dan berfantasi untuk
menyesuaikan diri dengan peserta didiknya. Jika seorang guru lebih cakap
menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.
Ditinjau
dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan
karakteristik kepribadian yang penting bagi guru sebagai direktur belajar dan
panutan bagi siswanya. Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan
psikologis yang diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Optimisme muncul karena guru yang terbuka dapat lebih terbuka dalam berpikir
dan bertindak sesuai dengan kebutuhan para siswanya, dan bukan hanya kebutuhan
guru itu sendiri.[6]
B.
Kompetensi Profesionalisme Guru.
Pengertian dasar kompotensi (competensy)
adalah kemampuan atau kecakapan. kompotensi juga berarti: the state of being
legally competent or qualified (McLeod, 1989), yaitu keadaan berwewenang
atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.
Istilah “profesional” (professional) adalah kata sifat dari kata
profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Maka
pengertian guru professional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan
dengan kemampuan tinnggi (profisiensi) sebagai sumber kehidupan. Dalam
menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman
kecakapan (competencies) psikologis, yang meliputi:
1. Kompetensi
Kognitif Guru
Kompotensi ranah cipta menurut
hemat penyusun merupakan kompotensi utama yang wajib dimiliki oleh setiap calon
guru dan guru professional. Pengetahuan deklaratif (declarative knowledge)
sebagai mana penyusun uraikan sebelum ini merupakan pengetahuan yang relative
statisnormatifndengan tatanan yang jelas dan dapat dijngkapkan dengan lisan.
Pengentahuan procedural (procedural knowledge) yang juga bersemayam
dalam otak itu pada dasarnya adalah pengentahuan praktis dan dinamis yang
mendasari keterampilan melakukan sesuatu (Best, 1989; Anderson;1990).
Pengetahuan dan keterampilan
ranah cipta dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu: 1) kategori
pengetahuan kependidikan/keguruan. 2) kategori pengetahuan bidang studi yang
akan menjadi vak atau mata pelajaran yang akan di ajarkan guru.
a) Ilmu
Pengetahuan Kependidikan
Menurut sifat dan kegunaan, displin ilmu kependidikan ini terdiri atas dua
macam, yaitu: pengentahuan kependidikan umum dan pengentahuan kependidikkan
khusus. Pengetahuan kependidikan umum meliputi: ilmu pendidikan, psikologi
pendidikan, administrasi pendidikan, dan seterusnya. Pengetahuan pendidikan
khusus meliputi: metode mengajar, metodik khusus pengajaran materi tertentu,
teknik evaluasi, praktik keguruan dan sebangainya.
b) Ilmu
Pengetahuan materi bidang studi
ilmu pengetahuan materi bidang setudi meliputti semua bidang setudi yang
akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal
ini, penguasaan atas pokok-pokok bahasa materi belajar yang terdapat dalam
bidang setudi yang menjadi bidang tugas guru, mutlak diperlukan.
Ada juga jenis kognitif lain yang juga perlu dimiliki seorang guru adalah
kemampuan mentransfer strategi kognitif kepada para siswa agar dapat blajar
secara efisien dan efektif (Lawson, 1991).
2. Kompotensi
Afektif Guru
Kompotensi ranah akfektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat
sukar untuk diidintifikasi. Kompotensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh
fenomina perasaan dan emosi seperti: cinta, benci, senang, sedih, dan
sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain.
Sikap dan perasaan diri itu
meliputi:
1)
Self-concept dan self esteem;
2)
Self-efficacy dan contextual effcacay;
3)
Attitude of self-acceptance and others
acceptance.
A. Konsep-diri dan Harga-diri guru
Self-concept atau koncep-diri guru
adalah totalitas sikap dan persepsi seorang guru terhadap dirinya sendiri.
Sementara itu self-esteem (harga diri) guru dapat diartikan sebagai
tingkat pandangan dan penilian seorang guru mengenai dirinya sendiri
berdasarkan prestasinya.
B. Efikasi-diri dan Efikasi Kontekstual Guru
Self-efficacy guru
(efikasi guru), lazim juga disebut personal teather efficacy, adalah
keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan
gairah dan kegiatan para siswa. Lainnya yang disebut teaching efficacy atau
contextual efficacy yang berarti kemampuan guru dalam berurusan dangan
keterbatasan factor di luar dirinya ketika ia mengajar.
C. Sikap Penerimaan Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain.
self-acceptance attitude adalah
gejala ranah rasa seorang guru dalam berkecenderungan positif atau negative
terhadap dirinya sendiri berdasarkan penilian yang lugas atas bakat dan
kemampuan. Sikap seperti ini kurang lebih sama dangan sikap qana’ah dalam
pendidikan akhlak. Sikap qana’ah terhadap kemampuan yang ada pada
umumnya berpengaruh secara psikologis terhadap sikap penerimaan pada orang lain
(others acceptane attitude).
3. Kompotensi
Psikomotor Guru
Kompotensi psikomotor guru meliputi segala keterampilan atau kecakapan yang
bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku
pengajar.
Kompotensa ranah karsa guru
terdiri atas dua kategori, yaitu:
1) kecakapan fisik umum.
2) kecakapan fisik
khusus.
Kecakapan fisik yang umum, direfreksikan (diwujudkan dalam gerak) dalam
bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru seperti duduk, berdiri, berjalan,
berjabat tangan, dan sebagainya yang tidak langsung berhubungan dengan
aktivitas mengajar. Adapan kecakapan ranah karsa guru yang khusus, meliputi
keterampilan-keterampilan ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan nonverbal
(pernyataan tindakkan) tertentu yang direfreksikan guru terutama ketika
mengelola sangat diharapkan terampil dalam arti fasik dan lancar berbicara baik
ketika menyampaikan uraian materi pelajaran maupun ketika menjawab
pertanyaan-pertanyaan para siswa atau mengomentari sanggahan mereka.
Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencangkup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya. Kompetensi professional
memiliki subkompetensi berupa:
a) Menguasi substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi dengan memahami
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang sesuai dengan materi yang diajarkan, memahami hubungan
konsep antar mata pelajaran dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan dimana seorang guru dituntut untuk
menguasai langkah-langkah penelitian kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi secara professional dalam konteks global.
C. Hubungan Guru Dan Proses Belajar Mengajar
Berikut ini akan dibahas beberapa
hal pokok mengenai hubungan antara guru dengan proses belajar mengaja. Hal-hal
pokok tersebut meliputi:
1.
Fungsi Guru dalam Proses
Belajar Mengajar
Pada asasnya, fungsi atau peran penting guru dalam proses belajar mengajar
ialah sebagai “director of learning”. Artinya, setiap guru diharapkan untuk
pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa agar mencapai
keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
sasaran kegiatan kegiatan proses belajar mengajar. Dengan demikian, semakin
jelaslah bahwa peranan guru dalam dunia pendidikan modern seperti sekarang ini
semakin meningkat dari sekedar pengajar menjadi direktur belajar.
Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan
berat pula.
Dari konsekuensi tersebut maka timbullah fungsi-fungsi khusus yang menjadi
bagian yang menyatu dalam kompetensi profesionalisme guru. Menurut Gagne,
setiap guru berfungsi sebagai:
a.
Designer of instruction
(perancang pengajaran)
b.
Manager of instruction
(pengelola pengajaran)
c.
Evaluator of student learning
(penilai prestasi belajar siswa)
Dari pendapat ahli diatas maka dapat dijelaskan bahwa fungsi guru sebagi
berikut:
1.
Guru sebagai designer of instruction
Guru sebagai designer
oof instruction (perancang pengajaran). Fungsi ini menghendaki guru untuk
senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasil
guna dan berdaya guna.
Untuk merealisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan
yang memadahi mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun
rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal sebagai berikut:
i)
Memilih dan menentukan bahan
pelajaran
ii)
Merumuskan tujuan penyajian
bahan pelajaran
iii)
Memilih metode penyajian bahan
pelajaran yang tepat
iv)
Penyelenggaraan kegiatan
evaluasi prestasi belajar.
2.
Guru sebagai manager of
instruction
Guru sebagai manager of
instruction, artinya sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki
kemampuan guru dalam memgelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh
tahapan proses belajar mengajar. Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses
belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi
sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan
berhasil guna.
Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar
proses komunikasi baik dan arah maupun multiarah antara guru dengan siswa dalam
proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Alhasil, baik guru
sebagai pengajar maupun siswa sebagai pembelajar dapat memainkan peranan
masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang
kondusif (yang membuahkan hasil).
3.
Guru sebagai evaluator of
student learning
Asi Guru sebagai evaluator of student learning, yakni guru sebagai penilai
hasil belajar siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti
perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam
setiap kurun waktu pembelajaran.
Pada asasnya, kegiatan evaluasi
prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan
akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung
sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar. Artinya, apabila hasil evaluasi
tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa
terdorong untuk melakukan kegiatan belajar perbaikan. Sebaliknya apabila
evaluasi tertentu menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang
bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan
belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai.
Hasil kegiatan evaluasi juga
seyogyanya dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki
atau meningkatkan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada masa yang akan
dating. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi
terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat memuaskan.
2. Posisi Dan Ragam Guru Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Dalam proses belajar mengajar setiap materi pelajaran, posisi para guru sangat
penting dan strategis, meskipun gaya dan penampilan mereka bermacam-macam.
Diantara mereka ada yang terlalu keras dan ada pula yang terlalu lemah bahkan
“ogah-ogahan”.
a). Posisi guru dalam proses belajar mengajar
Dikutip dari Darajat (1982),
menurut Claife (1976), guru adalah:…an authority in the disciplines relevant
to education, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan. Walaupun begitu, tugas guru
tentu tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan kedalam otak para siswa, tetapi
juga melatih ketrampilan dan menanamkan sikap serta nilai kepada mereka
(Muhibbin, 2011).
Sehubungan dengan hal itu, rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai oleh
guru, terutama belajar, membangkitkan kegiatan belajar siswa. Dengan kegiatan
siswa diharapkan berhasil mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih
maju dan positif.
b). Ragam guru dalam proses belajar mengajar
Berdasarkan hasil risett
mengenai gaya penampilan dan kepemimpinan para guru dalam mengelola proses
belajar mengajar, ditemukan tiga raga guru, yakni: otoriter, laissez-faire, dan
demokratis. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini adalah sebagai berikut.
Pertama, guru otoriter. Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau
sewenang-wenang. Dalam proses belajar mengajar, guru yang otoriter selalu
mengarahkan dengan keras segala aktivitas para siswa tanpa dapat ditawar-tawar.
Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberirkan kepada siswa untuk berperan
serta memutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar mereka. Memang diakui,
kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan tugas keguruannya secara
baik, dalam arti sesuai dengan rencana. Namun gura semacam ini sering
menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa pria, bukan saja
karena wataknya yang agresif tetapi juga karena mersa kreativitasnya terhambat.
Kedua, guru
laissez-faire, padanannya adalah individualism. Guru yang berwatak seperti ini
biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan proses belajar mengajar
secara seenaknya, sehinga menyulitkan siswa dalam mempersiapkan diri.
Sesungguhnya, ia tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun
mungkin memiliki kemampuan yang memadahi. Keburukan lain yang biasa disandang
adalah kebiasaannya yang semaunya yang menimbulkan pertengkaran-pertengkaran.
Ketiga, guru demokratis. Arti demokratis adalah bersifat demokrasi yang pada
intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hakdan kewajiban semua orang.
Guru yang memiliki sifat ini umumnya dipandang sebagai guru yang paling baik
dan ideal. Alasannya, disbanding dengan guru-guru lainnya guru ragam demokratis
lebih suka bekerja sama dengan rekan-rekan seprofesinya, namun tetap
menyelesaikan tugasnyya secara mandiri. Ditinjau dari sudut hasil
pembelajarannya, guru yang demokratis dan otoriter tidak jauh berbeda. Akan
tetapi, dari sudut moral, guru yang demokratis ternyata lebih baik dan
karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawatnya maupun oleh para
siswanya sendiri[7].
D. Skill Pengajaran (Teaching Skill)
Mengenai
pengertian Teaching Skill atau Skill Pengajaran (kecakapan dalam mengajar)
terdapat perbedaan pendapat, namun esensinya tetap sama. Brolin (1980)
Education Skill atau Skill Pengajaran adalah sebagai kontinum pengetahuan dan
kemampuan yang diperlukan oleh seseorang guru agar menjadi independen dalam
kehidupan. Pendapat lain mengatakan , Malik Fajar (2002) mengatakan bahwa
Education Skill adalah kecakapan yang dibutuhkan untuk bekerja selain kecakapan
dalam bidang akademik. Sedangkan Slamet PH mendefinisikan Skill Pengajaran
adalah kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang
guru dalam memberikan pengajaran.
Pengembangan
kecakapan pembelajaran selain berupa penguasaan siswa terhadap kompetensi,
kemampuan dasar, dan materi pembelajaran tertentu, juga beberapa kecakapan lain
yang secara implisit diperoleh melalui pengalaman belajar. Jenis-jenis
kecakapan yang perlu di kembangkan melalui pengembangan belajar antara lain,
meliputi:
1. Kecakapan
diri (personal skill)
· Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME
· Mandiri
· Motivasi berprestasi
· Komitmen
· Percaya diri
2. Kecakapan
berpikir rasional (thinking skill)
· Berpikir kritis dan logis
· Berpikir sistematis
· Cakap menyusun rencana secara sistematis
· Cakap memecahkan masalah secara sistematis
3. Kecakapan
sosial (social skill)
· Kecakapan berkomunikasi
· Kecakapan bekerjasama, kolaborasi, lobi
· Kecakapan berpartisipasi
· Kecakapan mengelola konflik
· Kecakapan mempengaruhi orang
4. Kecakapan
akademik (Academic skill)
· Kecakapan merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil pembelajaran
· Kecakapan membuat kisi-kisi pembelajaran di kelas
· Kecakapan mengevaluasi hasil Kegiatan Proses Belajar Mengajar di kelas,
dll.
2.2 Analisis Kasus.
Dalam proses pembelajaran seharusnya guru atau pendidik mampu menciptakan
suasana kelas atau iklim kelas yang kondusif untuk mendukung terciptanya
kualitas proses pembelajaran. Namun sayangnya proses pembelajaran yang terjadi
selama ini masih cenderung satu arah, kurang memperhatikan partisipasi aktif
siswa dalam proses pembelajaran. Akibatnya proses pembelajaran yang terjadi
selama ini kurang bermakna bagi siswa atau peserta didik, sehingga para peserta
didik belum mampu mengembangkan kompetensi dan potensi kemampuan
siswa secara lebih optimal. Suatu proses pembelajaran di sekolah
yang penting bukan saja materi yang diajarkan atau pun siapa yang mengajarkan,
melainkan bagaimana materi tersebut diajarkan. Bagaimana guru menciptakan iklim
kelas (Classroom Climate) dalam proses pembelajaran tersebut. Guru seharusnya
tidak menggunakan system otoriter kepada siswanya. Guru juga harus mendengarkan
inspirasi dari siswa-siswanya dan menggunakan metode yang tepat dalam proses
belajar mengajar.
Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menciptakan iklim kelas yang
berkualitas dan kondusif guna meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun
beberapa faktor yang perlu diperhatikan tersebut antara lain, yaitu:
Pertama, pendekatan pembelajaran hendaknya berorientasi pada bagaimana
siswa belajar (student centered). Pendidik harus memperhatikan bagimanakah
perkembangan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Apakah siswa atau
peserta didik sudah sudah benar-benar belajar atau belum.
Kedua, adanya penghargaan guru terhadap partisipasi aktif siswa
dalam setiap konteks pembelajaran. Sebagai pendidik seharusnya
harus lebih sering memberikan apresiasi terhadap keaktifan seorang peserta
didik baik itu dengan memberikan pujian, sanjungan, atau bahkan hadiah yang
menyenangkan peserta didik yang aktif, karena hal itu memacu semangat peserta
didik untuk terus aktif dalam proses belajar mengajar.
Ketiga, guru hendaknya bersikap demokratis dalam mengatur kegiatan pembelajaran.
Guru tidak boleh memihak hanya kepada seorang siswa saja, seorang guru harus
terbuka kepada murid-muridnya.
Keempat, setiap permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran
sebaiknya dibahas secara dialogis. Dengan adanya keterbukaan antara seorang
guru dengan murid-muridnya maka akan muncullah hubungan yang harmonis antara
murid dan guru.
Kelima, lingkungan kelas sebaiknya disetting sedemikian rupa
sehingga memotivasi belajar siswa dan mendorong terjadinya proses pembelajaran.
Lingkungan juga sangat mempengaruhi semangat belajar peserta didik, jika kelas
tersebut kumuh, kotor, maka secara otomatis peserta didik merasa tidak nyaman
ketika belajar dan hal tersebut sangat mengganggu kekonsentrasian peserta didik
dalam proses belajar mengajar.
Keenam, menyediakan berbagai jenis sumber belajar atau informasi
yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat diakses atau
dipelajari siswa dengan cepat. Seperti adanya buku panduan, LCD, papan tulis
yang bisa menunjang proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan.
1.
Seorang guru harus memiliki
karakteristik kepridian yang baik karena seorang guru akan menjadi pembimbing,
pembina dan sebagai panutan bagi peserta didiknya. Ketika seorang guru
berkepribadian baik, berakhlak mulia maka guru tersebuat juga akan mengajarkan
sifat-sifat mulia tersebut kepada peserta didiknya, begitu pula sebaliknya
ketika ada seorang guru yang berkepribadian kurang baik maka ketika mengajarpun
dia akan mencerminkan sifat tersebut.
2.
Bagi peserta didik yang masih
berada di tingkat sekolah dasar, mereka masih tergolong anak yang sifat
emosionalnya masih sangat labil dan mereka masih belum bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, secara otomatis ketika ada seorang guru yang
berkepribadian buruk ketika mengajar mereka juga akan menirukan sifat sifat
guru tersebut meskipun hal itu tidak baik bagi mereka.
3.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya,
guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies)
psikologis, yang meliputi:
1.
Kompetensi Kognitif Guru.
2.
Kompotensi Afektif Guru
3.
Kompotensi Psikomotor Guru
4.
Fungsi guru dalam proses
belajar mengajar:
1.
Guru sebagai designer of
instruction.
2.
Guru sebagai manager of
instruction.
3.
Guru sebagai evaluator of
student learning.
3.2 Saran
Dalam
makalah ini kita telah membahas tentang kepribadian seorang guru, kompetensi
profesionalisme guru, hungngan guru dengan proses belajar mengajar, skill
pengajaran dan cara-cara menciptakan kelas yang kondusif dan diharapkan bagi
para mahasiswa untuk membaca makalah ini karena makalah ini dapat membantu
dalam perkuliahan psikologi pendidikan, sehingga mereka menguasai dan
mengetahui tentang materi-materi tersebut. Ketika menguasai makalah ini sebagai
calon guru mereka sudah mengetahui bagaimanakah cara menjadi seorang guru yang
profesional, bagaimana menanamkan kepribadian yang baik bagi para peserta didik
ketika mengajar dan bagaimana pula menciptakan suasan kelas yang kondusif.
Makalah
ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah
kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka. Kritik dan saran yang
membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Dengan
mengetahui karakteristik kepribadian yang baik bagi seorang guru maka kita para
calon guru akan lebih muda untuk menanamkam pada diri kita sejak dini
karakteristik tersebut sehingga kita bisa menumbuhkan suasana kelas yang sangat
kondusif dan untuk menjadi pribadi guru yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Dede Rosyada.
(2004). Paradigma pendidikan demokratis: sebuah model pelibatan
masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada Media Depdiknas. 2009.
Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas: Jakarta, Direktorat
Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Drs. Moh. Uzer Usman. 2011.
Tugas Guru. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/24413957/TUGAS-GURU tanggal 4
Desember 2011 pukul 16:22.
Drs. Nur Kholiq. Tt. Peran Dan
Teladan Wali Kelas dalam Mendidik Karakter Siswa
Kelas Binaan. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/49790720/Peran-wali-
kelas-dlm-membentuk-karakter-siswa tanggal 4 Desember 2011 pukul 16:41.
Ensiklopedi Bebas Wikipedia.
2011. Guru. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Guru
tanggal 4
Desember 2011 pukul 14:01.
Ensiklopedi Bebas Wikipedia.
2011. Konselor Pendidikan. Diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor_pendidikan
tanggal 4 Desember 2011 pukul
16:47.
Harahap, Baharuddin. (1983).
Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru,
Kepala Sekolah,
Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya.
Syah, Muhibbin. 2011.
Psikologi Pendidikan dengan pendidikan baru: Bandung, PT
Remaja Rosdakarya.